ACL

ACL
LOVING YOU <3

Kamis, 04 Juli 2013

Tanda - Tanda Orang Yang Beriman Kepada Allah

Tanda-tanda Orang yang Beriman Kepada Allah

1. Taqwa.

Taqwa adalah menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan melaksanakan segala apa yang diperintah oleh Allah SWT dan juga meninggalkan apa yang telah dilarang-Nya. Keimanan seseorang kepada Allah SWT belum sempurna jika ia tidak bertaqwa, yakni mewujudkannya dalam bentuk yang nyata dengan beramal shaleh atau berbuat kebaikan kepada orang lain.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu bertaqwa dimana saja kita berada. Jika kita berada di pasar maka kita harus menunjukkan ketaqwaan dalam urusan kita di pasar, jika kita berada dalam klas yang sedang belajar kita juga harus bertaqwa kepada Allah dalam urusan menuntut ilmu dan mengajarkannya dan begitulah seterusnya dimana saja kita berada kita harus bertaqwa kepada Allah SWT tanpa harus ragu-ragu untuk melakukannya.

 Allah SWT sama sekali tidak membedakan derajat manusia berdasarkan suku, bangsa, bahasa, dan budaya, akan tetapi Allah SWT membedakan perbedaan antara seseorang dengan yang lainnya dengan taqwanya, barang siapa yang paling bertaqwa, maka dialah yang derajatnya paling mulia di sisi Allah SWT.

2. Malu.

Tanda keimanan yang amat penting dari seseorang yaitu al haya’ atau mempunyai rasa malu. Maksud dari mempunyai rasa malu disini bukan kita merasa malu berbicara di depan orang banyak sehingga merasakan panas dingin jika berbicara di depan umum atau kita merasa malu dengan penampilan yang kurang meyakinkan atau kurang keren di depan teman-teman kita dalam suatu acara. Akan tetapi, rasa malu yang harus kita tanam sebagai orang yang beriman yaitu malu jika kita tidak melakukan perbuatan atau hal-hal yang telah dibenarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita mempunyai rasa malu seperti ini, agar tentunya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Bahkan, keimanan dengan rasa malu menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan tentunya tidak boleh juga kita pisah-pisahkan sendiri seperti dua sisi mata uang yang tidak diakui dan tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.

             Bila malu tidak ada pada jiwa seseorang yang mengaku beriman, pada hakikatnya dia tidak beriman. Haya’ (rasa malu) terdapat dua macam yaitu:

1.     Malu naluri (haya’ nafsaniy), yaitu rasa malu yang dikaruniakan Allah kepada setiap diri manusia, seperti rasa malu kelihatan  auratnya atau malu bersenggama di depan orang lain. Dalam hal ini tentu kita harus selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan segala ketentuan-Nya dengan mengkaruniakan kita malu naluri. Bila kita memiliki rasa malu terhadap diri sendiri dan juga kepada orang lain pasti kita akan selalu menjaga aurat jangan sampai kelihatan dihadapan orang lain. Oleh karena itu, orang yang tidak memiliki rasa malu harus diwaspadai, sebab kalau dia telah merusak citra dirinya sendiri, sangat mungkin baginya untuk merusak citra orang lain.

2.     Malu imani (haya’imaniy), ialah rasa ma!u yang bisa mencegah seseorang dari melakukan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah SWT. Setiap muslim haruslah memiliki sifat malu kepada Allah yang sebenar-benarnya, malu yang ditunjukkan dimana saja, kapan saja, dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Bukan hanya malu untuk menyimpang ketika berada di masjid dan sejenisnya, tapi tidak malu-malu untuk melakukan penyimpangan di pasar, kantor, bahkan saat sendirian. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu memperkokoh rasa malu sehingga tidak ada kejelekan sedikitpun dari sifat malu tersebut.

3. Syukur.

Tanda keimanan seseorang yang amat penting adalah selalu bersyukur. Allah SWT menganugerahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Setiap detik dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dengan yang namanya nikmat Allah SWT.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia selalu bersyukur kepada Allah SWT. Syukur berarti “berterima kasih kepada Allah SWT”. Dalam arti lain, syukur ialah memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita sesuai dengan kehendak yang memberikannya.

Bersyukur mengandung banyak manfaat, diantaranya yaitu mengekalkan dan menambah nikmat itu pula dengan nikmat yang lain yang berlimpah, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)  maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih” (QS Ibrahim [14]:7).

Ada tiga macam cara kita bersyukur kepada Allah SWT:
1.     Bersyukur dengan hati, yakni mengakui dan menyadari bahwa nikmat yang diperolehnya berasal dari Allah SWT.
2.     Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan mengucapkan “Alhamdulillah” yang berarti segala puji bagi Allah.
3.     Bersyukur dengan perbuatan, seperti melakukan perbuatan yang baik, sesuai dengan tuntutan agama.

Allah SWT melimpahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Secara garis besar nikmat Allah terbagi atas dua macam yaitu nikmat yang menjadi tujuan dan nikmat yang menjadi alat untuk mencapai tujuan.

Ciri-ciri nikmat yang pertama adalah kekal, diliputi kebahagiaan dan kesenangan, sesuatu yang mungkin dicapai, dan segala kebutuhan terpenuhi. Adapun nikmat yang kedua meliputi kebersihan jiwa dalam bentuk iman dan akhlak yang mulia, kelebihan tubuh seperti kesehatan dan kekuatan, hal-hal yang membawa kesenangan jasmani, seperti harta dan kekuasaan, dan hal-hal yang membawa sifat keutamaan seperti pertolongan dan lindungan dari Allah SWT.

4. Sabar.

Yang terakhir atau yang Keempat dari tanda keimanan seseorang yaitu sabar. Sabar berasal dari bahasa Arab yaitu shabara-yashbiru-shabran yang artinya menahan atau mengekang.

Secara istilah sabar yaitu menahan diri dari bersikap, berbicara, dan bertingkah laku yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT.

Sabar merupakan bagian yang penting dari iman. Dalam hadits yang diriwayatkan oieh Abu Nu’aim, Rasulullah SAW bersabda bahwa sabar adalah sebagian dari iman. Kedudukan sabar bagi iman sangat penting, seperti kedudukan hari Arafah dalam ibadah haji.

Nabi SAW melukiskan sabar sebagai barang yang sangat bernilai tinggi di surga. la juga pemah berkata, “sabar terhadap sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang besar” (HR. At-Tirmidzi).

5. Ridha dengan Keputusan Allah

Ridha berarti menerima keputusan kalah atau menang dengan hati yang lapang. Jika mendapat kemenangan maka siap untuk menjalankan tugas sebagai tanda kesyukuran kepada Tuhan, dan jika dinyatakan kalah, maka terima dengan hati yang lapang, dan merasa itu lebih baik daripada menang. Seorang ulama tasauf, Ibnu Athaillah Sakandari menyatakan: “Keridhaan adalah mengarahkan perhatian hati kepada ketentuan Tuhan bagi si hamba dan meninggalkan ketidaksenangan“. Seorang ulama yang lain, Ruwaim menyatakan:’ Keridhaan adalah tenangnya hati dalam menjalani ketetapan Allah.“

Pernah suatu hari khalifah Umar bin Khattab menulis surat kepada gubernur Abu Musa al Asyari: “Segala kebaikan terletak di dalam keridhaan. Malah jika engkau mampu jadilah orang yang ridha; dan jika engkau tidak mampu, maka jadilah orang yang sabar“.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar