THAHARAH
Menurut
bahasa thaharah adalah bersuci dan membersihkan. Tetapi pengertian Thaharah
dalam agama Islam yang berkaitan dengan ubudiyah (ibadah) adalah bersuci,
membersihkan sesuatu dari Najis atau kotoran. Dalam melaksanakan
ibadah kepada Allah kita harus dalam keadaan bersih dari segala macam najis
atau kotoran , yang harus di bersihkan atau dalam kondisi bersih adalah badan,
pakaian dan tempat, seperti tempat sholat dan tempat ibdah lainnya.
Dalam
agama Islam bersih itu adalah salah satu syarat pada saat ibadah.
Karenanya Islam sangat menganjurkan kebersihan baik fisik maupun mental /
perbuatan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat
Mudatstsir: 4-5 : “Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor
(dosa)”.
“Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci
lagi bersih.” (QS. A-Baqoroh: 222)
Rasulullah
saw pun bersabda tentang kebersihan:
“Dari
Abi Said Al-Khudzry r.a. berkata : “Rasulullah SAW bersabda: Kebersihan
itu sebagian dari iman” (HR. Muslim)
Rasulullah
saw. bersabda dalam haditsnya: “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci”.
(HR. Muslim) yang di maksud bersuci adalah suci dari hadats dan najis.
Dalam terminologi Islam,
thaharah ada dua macam: thaharah
maknawi dan thaharah hissy.
Thaharah
maknawi
yaitu mensucikan hati dari syirik dan bid'ah dalam beribadah kepada Allah swt,
dan dari sifat dendam, hasad, marah, benci dan yang menyerupai hal itu, dalam
bergaul dengan hamba-hamba Allah swt dimana mereka tidak pantas mendapat
perlakuan seperti itu
.
Inilah
bersuci yang paling agung. Dan hal tersebut diatas lah yang menjadi dasar semua
ibadah. Ibadah apapun tidak sah dari seseorang yang hatinya berlumuran syirik,
dan bid'ah apapun yang dilakukan hamba
untuk mendekatkan diri kepada -Nya hukumnya tidak sah, yaitu yang tidak
disyari'atkan oleh Allah swt. Firman
Allah swt:
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari
mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya (QS.
at-Taubah:54)
Dan
Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
قال رسول
الله e :
(مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ )
"Barangsiapa
yang melakukan amal ibadah yang tidak ada perintah kami atasnya maka ia ditolak."
Atas
dasar inilah, maka orang yang menyekutukan Allah Subhanahuwata’alla secara nyata (syirik akbar), tidak diterima
ibadahnya, sekalipun ia shalat, berzakat dan haji. Maka barangsiapa yang berdoa
kepada selain Allah swt atau menyembah selain –Nya, maka sesungguhnya ibadahnya
tidak diterima. Sekalipun ia beribadah kepadanya dengan ikhlas hanya karena
Allah swt semata, selama ia menyekutukan -Nya dalam bentuk syirik akbar dari sisi yang lain.
Karena inilah Allah swt menggambarkan orang-orang musyrik
bahwa mereka adalah najis. Firman Allah swt:
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis,...
(QS. at-Taubah:28)
Dan Nabi
Muhammad Salallahu’alaihi wassalam
menafikan najis dari orang yang beriman, seperti dalam hadits:
قال رسول
الله e :
(إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَيَنْجُسُ )
"Sesungguhnya
orang yang beriman tidak najis."
Inilah yang
semestinya menjadi perhatian besar bagi orang yang beriman untuk membersihkan
hati darinya.
Demikian pula ia membersihkan hatinya
dari sifat iri, dengki, marah dan benci bagi orang-orang yang beriman, karena
semua ini adalah sifat yang tercela, bukan akhlak orang yang beriman. Seorang
mukmin adalah saudara mukmin yang lain, tidak membencinya, tidak menyakitinya,
tidak dengki kepadanya, akan tetapi ia mengharapkan kebaikan untuk saudaranya
sebagaimana ia mengharapkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Sehingga Rasulullah
menafikan iman dari orang yang tidak menyukai untuk saudara sesuatu yang dia
sukai untuk dirinya. Disebutkan dalam hadits:
قال رسول
الله e : (
لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )
Rasulullah
bersabda: "Tidak beriman (yang sempurna) seseorang darimu sehingga ia
menyukai untuk saudaranya sesuatu yang dia sukai untuk dirinya."
Kita melihat banyak ahli ibadah, taqwa
dan zuhud serta sering pergi ke masjid untuk memakmurkannya dengan membaca
al-Qur`an, zikir dan shalat, akan tetapi ia mempunyai sifat iri terhadap
sebagian saudara mereka yang muslim atau dengki bagi orang yang diberi nikmat
oleh Allah swt. Ini jelas mencemari
ibadah yang dilakukannya kepada -Nya. Maka kita semua harus membersihkan hati
dari sifat kotor ini terhadap saudara kita sesama kaum muslimin.
Adapun
thaharah hissy: yaitu mensucikan badan, dan ia ada dua bagian:
1) menghilangkan sifat yang menghalangi shalat
dan semisalnya dari sesuatu yang disyaratkan baginya bersuci
2) menghilangkan kotoran.
menghilangkan
sifat: yaitu mengangkat hadats kecil dan besar dengan cara membasuh empat
anggota tubuh dalam hadats kecil, dan membasuh semua anggota tubuh dalam hadats
besar. Bisa dengan air bagi yang mampu dan bisa juga dengan tayammum bagi orang
yang tidak mampu memakai air. Dalam hal ini Allah swt menurunkan firman-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Maidah:6)
Adapun jenis yang kedua: yaitu
thaharah dari najis, yaitu setiap benda yang diwajibkan kepada hamba agar
menjauhkan diri darinya dan bersuci darinya, seperti kencing, kotoran dan
semisal keduanya yang dijelaskan oleh syari'at tentang najisnya. Karena inilah
para ahli fikih berkata: thaharah bisa jadi dari hadats dan bisa jadi dari
najis. Dan menunjukkan bagi jenis ini, maksud saya thaharah dari kotoran,
hadits yang diriwayatkan oleh ahlus sunan, bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi awassalm shalat bersama
para sahabatnya pada suatu hari. Lalu beliau melepaskan sandalnya maka para
sahabat melepaskan sandal mereka. Maka tatkala Nabi Muhammad Salallahu’alaihi awassalm berpaling
(setelah salam), beliau bertanya kepada
mereka: "Kenapa mereka melepas sandal mereka? Mereka menjawab: 'Kami
melihat engkau melepaskan sandal maka kami melepaskan sandal kami. beliau
bersabda:
قال رسول
الله e : (
إِنَّ جِبْرِيْلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيْهِمَا أَذًى )
Rasulullah
Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
"Sesungguhnya Jibril ‘alaihi
sallam datang kepadaku seraya mengabarkan bahwa pada kedua ada adza." Maksudnya ada kotoran.
Di
samping kebersihan terhadap jasmani – tempat dan pakaian, agama Islam juga
mengharuskan ummatnya untuk bersih hadats. Hadats adalah kondisi suci (bukan
fisik) sebagai syarat untuk melakukan ibadah terutama sholat. Hadats ini
tergolong dalam dua tingkatan; hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil
adalah kondisi tidak suci yang disebabkan oleh beberapa hal seperti, buang air
besar maupun kecil, menyentuh kemaluan atau dubur dengan telapak tangan dan
lain-lain. Sedangkan hadats besar adalah kondisi tidak suci yang di sebabkan
oleh hubungan seksual, menstruasi, keluarnya darah nifas dan lain sebagainya
termasuk gila dan keluar dari islam (murtad).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar